Berdasarkan data terbaru Badan Informasi Geospasial, luas hutan
mangrove di Indonesia hanya 3,2 juta hektar (ha). Namun, jumlah itu
merupakan 22 persen dari seluruh ekosistem sejenis di dunia. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa posisi hutan mangrove Indonesia cukup
strategis sebagai penyangga ekosistem mangrove dunia.
Sungguhpun
demikian, kebijakan pemerintah selama ini lebih berbasis pada pengolahan
lahan darat, bukan lahan pesisir. Hutan mangrove selama ini banyak
berubah fungsi menjadi lahan tambak, perkebunan sawit dalam skala besar,
area pemukiman dan penebangan liar. Kedepan, perlu Perda Tata Ruang di
masing-masing daerah yang menata dan mengendalikan perubahan fungsi
diatas. Hal ini dipandang penting dan mendesak karena, terkait dengan
skema REDD+, hutan mangrove Indonesia diproyeksikan berperan penting
dalam program pengurangan emisi karbon. Walaupun luasnya hanya 2,5
persen kawasan hutan tropis, kerusakan ekosistem ini berdampak jauh
lebih besar daripada kerusakan hutan konvensional. Menghancurkan 1 Ha
hutan mangrove, emisinya setara dengan menebang 3-5 Ha hutan tropis.
Di
sisi lain, hutan mangrove sangat berpotensi mendukung penghidupan
masyarakat pesisir. Dampak menyusutnya hutan mangrove di Pantai Segara
Anakan Tengah misalnya, menyebabkan tangkapan ikan, kepiting dan kerang
nelayan di Cilacap menjadi berkurang. Saat ini diperkirakan 40 – 60 juta
penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir, sehingga kelangsungan
hidup warga pesisir dan pelestarian hutan mangrove sama-sama perlu
perhatian serius semua pemangku kepentingan.
Dalam kurun 30
tahun, apabila tidak ditangani secara optimal dikhawatirkan hutan
mangrove akan mengalami kerusakan dan penyusutan yang luar biasa. Hal
ini akan merugikan masyarakat pesisir dan ekosistem alam itu sendiri.
Untuk mencegah hal ini, perlu tekad kuat seluruh elemen bangsa melalui
pendekatan lintas sektor yang lebih koordinatif dengan melibatkan unsur
birokrasi, akademisi, LSM, dunia usaha dan masyarakat luas.
Dalam
konteks pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat pesisir
dilakukan melalui pendampingan oleh perguruan tinggi/akademisi secara
langsung untuk membangun pembelajaran yang positif. Sebagai contoh
Universitas Soedirman telah melakukan upaya penelitian dan pemberdayaan
masyarakat pesisir sekitar hutan mangrove sebagai wujud pengabdian
masyarakat. Mereka berupaya agar masyarakat pesisir sekitar hutan
mangrove memiliki kemampuan, pengetahuan dan teknologi untuk mengolah
sumber daya hutan mangrove dengan bijak. Bila masyarakat sadar bahwa
mangrove dapat menjamin kelangsungan hidup mereka, diharapkan mereka
akan mempertahankan, memelihara, melindungi habitat hutan mangrove
sehingga terwujud pelestarian ekosistem mangrove yang berkesinambungan.
Peran Pemerintah
Peran
pemerintah daerah dalam pengendalian kerusakan hutan mangrove sangat
penting. Selain untuk mempertahankan ekosistem hutan mangrove, peranan
pemerintah daerah juga dapat menyelamatkan sumber penghidupan masyarakat
pesisir. Dengan demikian, penetapan Perda Tata Ruang Daerah disertai
dengan penegakan hukum secara konsekuen sangat diharapkan.
Pelestarian
hutan mangrove merupakan suatu keharusan yang perlu segera
dilaksanakan. Apabila tidak, maka kekayaan keanekaragaman hayati yang
terkandung didalamnya akan musnah dan keseimbangan alam akan terganggu.
Perlu
peningkatan peran pemerintah daerah untuk lebih mengedepankan
pengelolaan dan pelestarian Lingkungan Hidup di wilayah masing-masing.
Saat ini mayoritas pemerintah daerah menempatkan anggaran pengelolaan
lingkungan hidup pada prioritas ke 18 dari 19 urusan.
Sumber: http://www.setkab.go.id/artikel-6300-.html
Hutan Mangrove
06.28 |
Label:
Pengetahuan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar